Senin, 13 April 2020

Cegah Osteoporosis dengan Nutrisi dan Pola Hidup Sehat


   

Osteoporosis sampai saat ini, masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Menurut hasil data oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Osteoporosis adalah kondisi di mana tulang menjadi tipis, rapuh, keropos, dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi dalam waktu yang lama. Kurangnya aktivitas fisik di masa muda akan berdampak pada penurunan kepadatan tulang di masa lanjut usia (Hoger dan Hoeger, 2005). Karena aktivitas fisik merupakan hal penting dalam proses osteoblas (pembentukan tulang) dan kepadatan massa tulang, selain itu juga harus diimbangi dengan mencukupi kebutuhan nutrisi. Oleh karena itu, aktivitas fisik dan asupan kalsium yang memadai dapat mengoptimalkan nilai kepadatan tulang.
Secara statistik, osteoporosis didefinisikan sebagai keadaan di mana BMD (Bone Mineral Density) berada di bawah nilai rujukan menurut umur atau standar deviasi (Depkes RI, 2002).
World Health Organization (WHO) menentukan kriteria tentang berat ringannya keropos tulang yang sudah diterima oleh seluruh dunia yaitu:
• Bila T-score < -2,5 digolongkan sebagai osteoporosis.
• Nilai T-score di bawah -1,0 dinamakan osteopenia atau massa tulang yang rendah.
• Nilai T-score di antara -1 sampai +1 tergolong BMD (Bone Mineral Density) normal (Tandra, 2009).

Faktor Risiko Osteoporosis
Faktor risiko osteoporosis bersifat multifaktorial atau banyak factor, dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Faktor yang dapat dicegah: indeks massa tubuh, konsumsi steroid, konsumsi kafein, kerutinan olahraga, paritas, menyusui, merokok, kurang konsumsi kalsium dan vitamin D, serta konsumsi alkohol.
2. Faktor yang tidak dapat dicegah: jenis kelamin, usia, ras, riwayat keluarga, tipe tubuh dan menopause.
Semua faktor baik yang dapat dicegah dan tidak dapat dicegah memengaruhi kepadatan massa tulang di mana hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya gejala dan terjadinya osteoporosis.

Gejala Pada Oteoporosis
Gejala yang timbul pada tahap lanjut yaitu seperti patah tulang, punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi badan, atau nyeri punggung. Berkurangnya kepadatan tulang yang akan mengakibatkan tulang mudah hancur, sehingga akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk tulang. Dan hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun (Depkes, 2004).

Upaya Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan osteoporosis dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu:
1. PencegahanPrimer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling murah dan mudah. Yang termasuk ke dalam pencegahan primer adalah:
a. Konsumsi Kalsium
Angka Kecukupan Gizi Kalsium Rata-rata yang Dianjurkan (per orang per hari) 2004.
Anak
Umur
Kalsium (mg)
0-6 bulan
200
7-12 bulan
400
1-3 tahun
500
4-6 tahun
500
7-9 tahun
600
Pria dan Wanita
10-12 tahun
1000
13-15 tahun
1000
16-18 tahun
1000
19-29 tahun
800
30-49 tahun
800
50-64 tahun
800
65+ tahun
800
Sumber   :   Nasoetion et al. 2009.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan kalsium setiap orang berbeda tergantung dari usia.
Jenis makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau, jeruk sitrun, dan yang mengandung sumber kalsium paling tinggi terdapat pada kerang (Koral AUP/STP Papua 2008)
b. Latihan Fisik (Exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada anggota tubuh/ gerak dan penekanan pada aksis tulang seperti jalan, joging, aerobik atau jalan naik turun bukit.
Hindari faktor yang dapat menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan resorpsi tulang, atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, minum alkohol dan mengkonsumsi obat yang berkaitan dengan terjadinya osteoporosis.

2. PencegahanSekunder
a. Konsumsi Kalsium Tambahan
Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause, 1200-1500 mg per hari, untuk mencegah negative calcium balance. Pemberian kalsium tanpa penambahan estrogen, dikatakan kurang efektif untuk mencegah kehilangan massa tulang pada awal periode menopause. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kalsium bersama dengan estrogen dapat menurunkan dosis estrogen yang diperlukan sampai dengan 50%.
b. Estrogen Replacement Therapy (ERT)
Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko osteoporosis, karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada mereka yang tidak ada kontraindikasi. ERT menurunkan resiko fraktur sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius dan vertebra.
c. Latihan fisik (Exercise)
Perlu diperhatikan berat ringannya osteoporosis yang terjadi, karena  berhubungan dengan dosis dan cara gerakan yang bersifat spesifik. Tidak dapat dilakukan secara masal karena perlu mendapat supervisi dari tenaga medis/paramedis terlatih individu per individu.
d. Pemberian Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat meningkatkan massa tulang apabila digunakan selama 2 tahun. Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya efek peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin diindikasikan bagi pasien yang tidak dapat menggunakan ERT, pasien pasca menopause lebih dari 15 tahun, pasien dengan nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang mendapat terapi kortikos teroid dalam waktu lama.
e. Terapi
Terapi yang diberikan adalah vitamin D dan tiazid, tergantung kepada kebutuhan pasien. Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan kalsium. 25 hidroksivitamin D dianjurkan diminum setiap hari bagi pasien yang menggunakan suplemen kalsium.

3. PencegahanTersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasien jangan dibiarkan imobilisasi terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai dengan aktif dan berfungsi mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat adalah bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada nyeri. Dari sudut rehabilitasi medik, pemakaian ortose spinal/ korset dan program fisioterapi/okupasi terapi akan mengembalikan kemandirian pasien secara optimal.

Referensi
Rahayu, S. Y. S. (2012). Kijing Taiwan (Anodonta woodiana) sebagai Sumber Kalsium Tinggi dalam Upaya Mencegah Osteoporosis. FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi2(1), 27-35.
Ramadani, M. (2010). Faktor-faktor Resiko Osteoporosis dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas4(2), 111-115.
Listianingrum, A. (2018). Osteoporosis, Rasio Kalsium dan Rasio Asupan Kalsium Dan Asupan Fosfor Serta Aktivitas Fisik Terkait Nilai Bone Mass Density (BMD) Pada Lansia Osteoporosis. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI)4(2), 150-157.
Limbong, E. A., & Syahrul, F. (2015). Risk ratio of osteoporosis according to body mass index, parity, and caffein consumption. Jurnal Berkala Epidemiologi3(2), 194-204.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenal Stunting dan Efeknya pada Anak

    Mungkin tidak semua orang akrab dengan istilah stunting. padahal menurut Badan Kesehatan Dunia, Indonesia ada di urutan ke lima jumlah a...