Menurut sejarahnya, stunting telah diteliti oleh UNICEF pada tahun 2000, dimana PBB (United Nations) sedang berfokus dengan MDG’s. sejak tahun itu pula perkembangan stunting di dunia terus dipantau dan dilaporkan. Terhitung tahun 2000 sebanyak 79 miliar anak di Kawasan asia pasifik dengan rentang usia dibawah 5 tahun mengalami gizi kurang serta stunting. Berikutnya 2006, dilaporkan bahwa di Korea Selatan terjaadi penurunan prevalensi stunting sebesar 30% pada balita, di asia timur penurunannya mencapai 71%, namun tidak terjadi penurunan di Asia Tenggara.
Temuan pada tahun 2017, menyatakan bahwa setengah dari balita stunting dunia berasal dari asia (55%), sepertiganya dari afrika (39%), dengan angka 83,6 juta balita di asia. Periode tahun 2005-2017 prevalensi stunting 36,4%. Tahun berikutnya, 2018 angka stunting dan severaly stunting di Indonesia menurun menjadi 30,8%. Data diatas merupakan gambaran keadaan gizi pada balita, yang menurut penelitian masih berhubungan dengan masa 1000 HPK (100 hari pertama kehidupan). Namun 1000 HPK tidak akan dibahas lebih lanjut disini.
Faktor-faktor yang menyebabkan stunting sangatlah kompleks dan beragam, menurut UNICEF menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang menyebabkan stunting, pertama adalah BBLR (berat badan lahir rendah), riwayat penyakit, dan asupan makanan yang tidak seimbang. poin terakhir akan menjadi pembahasan lebih lanjut dari tulisan ini. Adapunn gizi yang tidak seimbang juga merupakan penyebab banyak masalah kesehatan salah satunya adalah kesehatan gigi dan rongga mulut.
Ketika berbicara mengenai stunting, maka ada hal lain yang perlu disinggung yaitu, angka kematian bayi yang menjadi salah satu indicators tingkat kesejahteraan sehingga membuktikan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, salah satunya adalah masalah gizi di Indonesia. Sesuai dengan tema yang diangkat di blog ini yaitu masalah gizi, yang begitu luas untuk dibahas serta ditulis. Olehnya stunting masih berkaitan dengan keadaan ekonomi keluarga, dimana kemampuan orangtua untuk menyajikan makanan bergizi dikarenakan penghasilan yang relatif tercukupi.
Zat gizi memiliki peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh terutama imunitas tubuh, namun zat gizi pula yang memiliki peran khusus dalam fungsinya, salah satunya yaitu masalah kesehatan gigi. Kesehatan rongga mulut, pada umumnya dan gigi pada khususnya dapat dikaitkan dengan asupan gizi ibu hamil, karena sejalan dengan Penelitian (Sugiarto:2007), yang meneliti dari masa kehamilan ibu hingga anak usia 3-5 tahun yang dilakukan di Ciputat, Tangerang Selatan dengan menggunakan data dari KMS (Kartu Menuju Sehat), yang didapatkan dari Posyandu dengan ketentuan posyandu tersebut melakukan pencatatan dengan rapi dan lengkap. Penelitian ini menghasilakan model pendekatan pelayanan kesehatan gigi dengan perbaikan nutrisi anak pada usia pertumbuhan.
Gizi dalam etiologi penyakit pada gigi memiliki pengaruh yang cukup penting, sehingga dapat menjadi pendukung dalam perawatan klinis yang diberikan dokter. Pola makan sehat dengan asupan yang seimbang mengacu pada Pedoman Umum Gizi Seimbang, menjadi dasar dari penentuan perawatan pada penderita penyakit gigi, misalnya karies dan periodontal (Amalia:2011).
Sejak makanan masuk mulut (sebagai pintu gerbang benda asing) hal itu sudah memiliki pengaruh terhadap gigi, terlebih saat makanan tersebut sudah diserap tubuh dan menjadi bentuk lain, pastinya berpengaruh misalnya saja Vitamin dan Mineral, seperti kalsium yang berfungsi untuk pertumbuhan dan perbaikan gigi, jika tidak mencukupi kebutuhan harian maka akan mengganggu proses-proses yang terjadi secara alamiah pada gigi, selain mineral kalsium juga sangat dibutuhkan oleh tulang.
Rujukan setelah dokter gigi maka dapat dilakukan perujukan ke Ahli Gizi (Dietisien), untuk perawatan lebih lanjut, contoh kasusnya adalah pasien dengan masalah tertentu yang memiliki pola makan ekstrim seperti Bulimia dan Anorexia jika dokter gigi mengidentifikasinya tentu akan sangat membantu ahli gizi dalam melakukan tugasnya. Beberapa yan dapat dilakukan yaitu melakukan penilaian Dietary History serta menentukan tujuan dan pelaksanaan yang tepat agar pasien mengikuti anjuran ahli gizi dalam menjalani pola makan yang konsumsi nya.
Status Gizi Pendek atau disebut stunting merupakan kekurangan gizi kronis yang disebabkan penyakit infeksi yang telah diderita. Kejadian infeksi tersebut menyebabkan nafsu makan menurun dan dapat mengakibatkan karies gigi, akibarnya gigi akan sakit dan rongga mulut akan terganggu dalam proses fisiologisnya jika fungsi ini terganggu maka dapat beriko terhadap stunting.
Kesimpulan dari beberapa paragraf diatas yaitu usia anak atau balita menjadi masa yang penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin. Perlunya keterlibatan keluarga, dalam pola asuh terhadap anak dan perilaku hidup sehari-hari menjadi bentuk usaha dalam mencegah maupun mengobati dalam hal ini kesehatan mulut. (12/04-Fakih)
Reference:
Abdat, Munifat.2019.Stunting pada balita dipengaruhi kesehatan gigi geliginya. Journal of syiah kuala dentistry society volume 4 nomor 2 page 33-38
Rosa, Amalia.2011.Management of nutrition advised in dentist practice.Journal of Dentofasial volume 10 nomor 1 page 55-59
Sugiharto, Retno, H.2007.Peran Nutrisi pada Kesehatan Gigi Anak di kecamatan Ciputan Tangerang. Jakarta: Directorate of Research and Community Service Universitas Indonesia.
Sumber Website (gambar atau materi):
https://www.nakita.id/portal/gusi-pada-anak/
https://www.radarjogja/r/bayi-kerdil-di-gunungkidul
https://www.schoolofparenting.id/mengenal-stunting-pada-anak/
https://www.schoolofparenting.id/mengenal-stunting-pada-anak/
https://www.suara.com/artikel/sepele-kebiasaan-anak-yang-merusak-gigi/
http://giziunnes2018.blogspot.com/2020/04/pentingnya-asupan-gizi-terhadap_12.html
BalasHapusNama :
Mohammad Fakih Ma'arif
NIM 6511418004